Kecuali golongan kanan, berada di dalam surga, mereka tanya menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, (QS 74 : 39 – 44)
Beberapa ayat tersebut diatas saya ambil dari Surat Al Muddatstsir yang menggambarkan betapa memberi makan orang miskin memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Orang yang melalaikannya mendapatkan ancaman yang sama dengan meninggalkan sholat yang merupakan tiang agama.
Sudahkah kita melaksanakan salah satu tugas kita yang amat penting ini ?; secara individu masing-masing kita mungkin bisa menjawab apa yang sudah kita lakukan. Namun sebagai bangsa dan negara secara keseluruhan, nampaknya secara bersama-sama kita belum melaksanakan tugas ini dengan baik.
Mau lihat buktinya ?, perhatikan grafik di atas yang menggambarkan salah satu indikator ekonomi yang saya olah dari data Kompas ( 18/06/09). Kompas sendiri mengambil data dari World Bank, Bank Indonesia dan BPS, jadi insyaallah datanya cukup akurat dan up-to-date.
Perhatikan PDB dalam US$ di grafik tersebut, nampak kenaikan PDB dari US$ 1,237 (2005) menjadi US$ 1,600 (2009). Bila menggunakan standar World Bank yang menyatakan bahwa orang yang hidup dalam kondisi extreme poverty (miskin banget) adalah yang hidup dengan kurang dari US$ 1.25 per hari (US$ 450 per tahun), dan moderate poverty (miskin sedang) US$ 2.00 per hari (US$ 720 per tahun), maka Indonesia bisa berbangga bahwa kita sudah lepas dari dua level kemiskinan tersebut selama lima tahun ini.
Namun Islam punya standar yang tinggi untuk kemiskinan ini, standar tersebut adalah nishab zakat yang 20 Dinar. Dari grafik tersebut diatas kita tahu bahwa dalam lima tahun terakhir PDB per kapita kita tidak pernah mencapai 20 Dinar per tahun, bahkan terus mengalami penurunan hingga saat ini berada pada kisaran 11 Dinar per tahun. Artinya apa ini ?, artinya rata-rata rakyat Indonesia berada dibawah garis kemiskinan menurut standar Islam.
Lantas tugas siapa untuk mengentaskan kemiskinan ini ?, tentu yang paling bertanggung jawab adalah pimpinan tertinggi negeri ini. Terus turun ke level dibawahnya dan seterusnya – termasuk kita semua mempunyai tanggung jawab untuk mengentaskan kemiskinan yang dalam Al-Qur’an diistilahkan dengan ‘memberi makan orang miskin’ ini.
Tugas mengentaskan kemiskinan ini sekarang lagi jadi komoditi kampanye para Capres, mudah-mudahan saja mereka ingat janjinya ketika mereka nanti benar-benar terpilih. Namun dari pengalaman lapangan, kita belum bisa melihat praktek mengentaskan kemiskinan ini dijalankan dengan sungguh-sungguh – yang saya lihat justru cenderung sebaliknya.
Ambil contoh berita-berita di koran beberapa hari terakhir. Dikala para capres mempromosikan program-program ekonominya – yang semua ingin popular dimata rakyat kecil, pemerintah daerah yang sudah berkuasa di DKI misalnya lagi sibuk merazia atau merencanakan untuk merazia perumahan-perumahan di Jakarta yang dijadikan tempat kerja.
Ketika pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang mencukupi, usaha swasta untuk menciptakan lapangan kerja dari rumah-rumah mereka ini bukankah harus didukung ?. Tidak semua usaha bisa langsung jalan dan besar sehingga mampu menyewa tempat khusus untuk kantor atau tokonya. Jadi bekerja atau berjualan dari rumah justru harus didorong, kalau perlu dilatih masyaralat untuk rame-rame melakukannya – bukan malah di razia.
Ok yang sudah di razia memang rumah-rumah orang kaya yang dipakai usaha, tetapi yang bekerja disana kan mayoritas orang miskin ?. Apa jadinya kalau tempat-tempat kerja mereka ditutup ?, mereka kembali tidak bekerja – artinya pemerintah menambah jumlah kemiskinan bukan menguranginya.
Perlu juga kita belajar, bahwa perusahaan-perusahaan raksasa dunia seperti Microsoft, Apple dlsb, dulunya lahir di garasi-garasi rumah pendirinya. Industri kreatif yang saat ini juga digadang-gadang para kontestan pemilu, juga rata-rata justru tumbuh dari rumah-rumah.
Mudah-mudahan (calon) pemimpin-pemimpin kita ingat janjinya pada saat kampanye yang membujuk rakyak kecil untuk memilih mereka; semoga kita semua bisa menjadi orang yang ‘bertanya’ di akhirat kelak, bukan orang yang ‘ditanya’ seperti dalam ayat tersebut diatas. Amin.
Tulisan asli dari Muhaimin Iqbal, Direktur GeraiDinar.com
Selasa, 08 Maret 2011
Dialog Penghuni Surga dan Peghuni Neraka
Diposting oleh Ferdi's Music Blog... di 01.46
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar